Antara Filsafat & Ilmu Pengetahuan (Problematika Yang Ada di Dalamnya)

 

 

Antara Filsafat & Ilmu Pengetahuan

(Problematika Yang  Ada di Dalamnya)

Oleh: Yuswatul Janna



 

PENDAHULUAN

 Filsafat merupakan pijakan atau landasan berpikir manusia dalam dunia akademik sebagai penalaran akal dalam mencari dan mendalami sebuah ilmu pengetahuan. Filsafat dan ilmu pengetahuan secara terus menerus selalu mengalami transformasi guna untuk menuntaskan problematik yang dihadapi seiringan perkembangan zaman. Sejak lahir dan berkembangnya filsafat dan ilmu pengetahuan memiliki peranan/pengaruh yang besar terhadap dunia akademik. Secara historis keberadaan filsafat dan ilmu pengetahuan terus mengalami dinamika setiap periodisasi guna adanya tuntutan zaman. Secara mendasar telah mengalami perubahan dari pemikiran terdahulu, sehingga diadakannya ekspolorasi mendalam untuk menyelesaikan problematika-problematika yang ada.

Perubahan sosial memicu munculnya semangat asketisme intelektual masyarakat, dari situ menimbulkan etos intelektual. Hal inilah yang mendorong masyarakat untuk terus berkarya dan berkembang dengan hal-hal baru guna meningkatkan kemakmuran kehidupannya, sehingga menjadi masyarakat modern. Pada abad 17 ditandai dengan meletusnya Revolusi Industri yang melahirkan masyarakat modern, telah menciptakan berbagai pemikiran dan pandangan idealis yang memiliki praksis dan dampak besar terhadap kehidupan masyarakat pada zaman tersebut (Tasnur & Sudrajat, 2020). Perubahan tersebut tidak begitu mengherankan, sebab apabila dicermati yang telah terjadi bahwa paham yang muncul pada suatu zaman biasanya hasil dari respons terhadap rentetan peristiwa-peristiwa yang terjadi secara berdampingan dan mengokohkan antara satu dengan yang lainnya. Berabad-abad lamanya dominasi gereja merupakan alasan mendasar dari lahirnya positivisme dan diperkuat oleh adanya sekularisme. Penguatan aliran tersebut semakin lengkap ketika liberalisme yang melahirkan kapitalisme menggunakan positivisme yang digunakan sebagai alat legitimasi keberadaannya dalam semua unsur sendi kehidupan masyarakat modern, sehingga secara tidak langsung tujuan mendasar dari filsafat sedikit demi sedikit mengalami pergeseran dari tujuan substansinya.

Dewasa ini semakin berkembangnya zaman masyarakat modern telah mencapai Revolusi Industri 4.0, di mana semua roda kehidupan masyarakat didukung dengan canggihnya teknologi. Perilaku sosial dan pola kehidupan masyarakat telah berubah secara drastis akibat pengaruh dari Revolusi Industri. Perkembangan teknologi yang melahirkan era Revolusi Industri 4.0 tidak hanya sekedar membuka interaksi sosial secara luas, tetapi juga mendisrupsikan di berbagai bidang kehidupan manusia

(Prasetyo & Trisyanti, 2018). Sedangkan Society 5.0 merupakan tatanan kebutuhan masyarakat yang berpusat pada manusia (human-centered) dan berbasis teknologi (technology based) (Fukuda, 2020). Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.

0 telah menghadirkan tatanan kehidupan yang baru bagi masyarakat, di mana semua perilaku masyarakat akan dibuat secara mudah dalam memenuhi segala unsur kehidupan.

Hal tersebut merupakan masalah yang mendasari dari dampak positivisme atau dapat disebut dengan one dimensional man. Kajian ini telah dilakukan di Frankfurt Jerman, hasil analisisnya menjelaskan tentang masyarakat modern yang terbelenggu dengan adanya hasil ciptaan yang dilahirkan oleh aliran positivisme dan cara pandangan kebenarannya berlandaskan pada pembuktian secara empiris dan teruji secara saintifik. Kajian tersebut kemudian melahirkan paham baru yakni paham Frankfurt, sehingga muncul permasalahan di mana tujuan awal filsafat sebenarnya dianggap tidak memayungi semua kebutuhan substansi manusia.

PEMBAHASAN

1.      Filsafat dan ilmu pengetahuan

Istilah “filsafat” secara etimologis merupakan persamaan kata falsafah (bahasa Arab) dan philosophy (bahasa Inggris), berasal dan bahasa Yunani (philosophia). Kata philosophia merupakan kata majemuk yang terdiri dan kata (philos) dan (sophia). Kata philos berarti kekasih, bisa juga berarti sahabat. Adapun sophia berarti kebijaksanaan atau kearifan, bisa juga berarti pengetahuan (Rapar, 2001: 5). Secara harfiah philosophia berarti yang mencintai kebijaksanaan atau sahabat pengetahuan. Istilah philosophia telah diindonesiakan menjadi “filsafat”, ajektifnya adalah “filsafat” dan bukan “filosofis”. Apabila mengacu kepada orangnya, kata yang tepat digunakan yaitu “filsuf’ dan bukan “filosof’ (Suaedi, 2016). Kecuali bila digunakan kata “filosofi” dan bukan “filsafat”, maka ajektifnya yang tepat ialah “filosofis”, sedangkan yang mengacu kepada orangnya ialah kata filosof.

Filsafat sangat terkait dengan tradisi pemikiran-pemikiran Barat. Hingga saat ini para ilmuwan menyepakati bahwa filsafat pertama kali hadir di Yunani pada sekitar abad ke- 7 SM. Pada awal kemunculan berkembangnya filsafat, ilmu pengetahuan masih menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari filsafat. Corak pemikiran filsafat pada awal munculnya dikenal dengan istilah alam. Tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh besar ketika itu yakni, Thales dan Anaximander. Selain itu dalam sejarah filsafat dikenal beberapa kategorisasi dan filosof yang hidup pada kurun waktu berbeda. Kategori tersebut adalah filsafat filsafat klasik, filsafat abad pertengahan dan filsafat modern (Agriyanto & Rohman, 2015: 40).

Ilmu pengetahuan yang diperoleh melalu.i filsafat di peradaban Yunani Kuno mengalami kemajuan dari waktu ke waktu. Kemajuan tersebut ditandai dengan adanya pergulatan pemikiran di antara para filsuf. Filsuf pertama yang muncul di Yunani Kuno (Pra Socrates) adalah Thales yang hidup pada tahun (624-545 SM). Menurut Thales zat yang membentuk segala sesuatu di alam semesta ini adalah air. Tak sependapat dengan yang dikemukakan oleh Thales, Anaximander (620-546 SM) membantah pendapat Thales dan menyatakan bahwa, substansi asal bukanlah air. Berdasarkan hal tersebut memperlihatkan bahwa adanya.

Menurut tradisi filsafat yang tua, istilah Yunani philosophia digunakan Phythagoras untuk menyebut gerak, pencarian akan kebijaksanaan dan kebenaran yang biasa dilakukan oleh manusia. Kebijaksanaan dalam bentuk yang utuh dan sempurna hanya ada pada yang ilahi, sementara manusia yang terbatas sudah merasa puas dengan menegaskan diri sebagai pencinta dan bukan pemilik kebijaksanaan dan kebenaran utuh. Melalui akal budinya, manusia hanya mampu mendekatkan diri kepada kebenaran yang utuh. Manusia tidak akan pernah meraihnya secara lengkap dan sempurna satu kali untuk selamanya (Zaprulkhan, 2016: 6). Filsafat juga merupakan studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis yang dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, akan tetapi dengan mengutarakan masalah secara sama, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Setelah membahas sekilas mengenai definisi filsafat (filosofi), maka bisa disimpulkan bahwa filsafat memiliki suatu upaya menemukan kebenaran tentang hakikat sesuatu yang ada, melalui penggunaan kemampuan akal secara optimal. Kebenaran yang dihasilkan oleh pemikiran filsafat adalah jawaban dalam bentuk gagasan atau ide. Adapun tujuan dari filsafat ialah untuk memperoleh kebenaran yang bersifat dasar dan menyeluruh dalam sistem yang konseptual. Filsafat menghasilkan pula kebenaran yang bersifat abstrak, spekulatif akan tetapi tidak mampu mengetahui bagaimana cara mengadakannya. Sebelum membahas apa itu ilmu pengetahuan, maka harus mengupas dulu pengertian ilmu dan pengetahuan. Ilmu berasal dari bahasa arab “ilm, yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Ilmu mengacu kepada suatu hal yang melebihi pengetahuan. Pada zaman dahulu, yang dikatakan orang yang berilmu jelas merupakan orang telah dianggap memiliki kemampuan yang didapat melalui syarat-syarat tertentu. Orang yang dianggap berilmu merupakan orang yang lolos ujian dan syarat-syarat yang menujukkan predikat kelayakan yang dimilikinya (Soyomukti, 2011: 152). Ilmu merupakan kegiatan akal budi untuk menjelaskan kenyataan empiris secara spesifik menurut tiga kriteria utama: rasional, metodis, dan sistematis. Istilah rasional, bisa dikatakan bahwa apa yang diklaim oleh suatu ilmu sebagai kebenaran dapat diterima karena masuk akal, yakni logis, kritis, dan terbuka untuk perbaikan. Jadi, apa yang rasional tidak kebal kritik (Poespowardojo & Seran, 2015: 9).

Sedangkan pengetahuan mencakup segala kegiatan dengan cara dan sarana yang digunakan maupun segala hasil yang diperolehnya. Dalam memahami “pengetahuan” kita perlu memahami tentang tindakan “mengetahui”. Sebagaimana kegiatan yang dilakukan oleh manusia memiliki akibat atau hasil, demikian pula tindakan “mengetahui” tentu saja juga menghasilkan sesuatu, yaitu “pengetahuan”. Pengetahuan merupakan segenap hasil dari kegiatan untuk mengetahui sesuatu obyek (dapat berupa suatu hal atau peristiwa yang dialami subyek), misalnya: pengetahuan tentang benda, tentang tumbuh-tumbuhan, tentang binatang, tentang manusia, atau pengetahuan tentang peristiwa peperangan (Wahana, 2016: 46). Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui yang diperoleh dari persentuhan panca indera terhadap objek tertentu. Pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil dari proses melihat, mendengar, merasakan, dan berpikir yang menjadi dasar manusia dan bersikap dan bertindak (Makhmudah, 2018: 203).

Ilmu pengetahuan adalah insting akal manusia yang secara sistematis dalam menciptakan kebutuhan (teori) baru sebagai pemenuhan hasrat atas rasa ingin tahu (Wilujeng, 2014: 104). Ilmu pengetahuan (pengetahuan ilmiah) kelanjutan konseptual dari ciriciri “ingin tahu” sebagai kodrat manusiawi. Rasa ingin tahu manusia boleh dikatakan tak pernah ada batasnya. Selalu ingin mencari dan menemukan yang baru. Dalam kehidupannya manusia selalu berhadapan dengan berbagai peristiwa dan gejala dilingkungan. baik yang menyangkut alam, maupun manusia. Didorong rasa ingin tahunya manusia berupaya untuk menemukan jawabannya. Ilmu pengetahuan terus berkembang melalui kajiankajian yang dilakukan para ilmuwan (Jalaludin, 2013: 91). Ilmu pengetahuan digunakan sebagai pijakan manusia untuk mencari teori-teori baru dengan metode dan prosedur tertentu agar memperoleh tujuan yang telah ditentukan. Disisi lain, ilmu pengetahuan harus bersifat sistematis dan teratur berdasarkan metodologi tujuannya agar mencapai generalisasi keilmuan yang diinginkan.

Ilmu pengetahuan hasil dari rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif yang terdiri dari berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman, kemasyarakatan atau perorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan, ataupun melakukan penerapan (Kirom, 2011: 102). Adapun menurut Surojiyo (2008: 57) definisi ilmu pengetahuan melibatkan setidaknya enam macam komponen, yakni masalah (problem), sikap (attitude), metode (method), aktivitas (activity), kesimpulan (conclution), dan pengaruh (effects). Berdasarkan uraian di atas, ilmu pengetahuan yakni ilmu bertujuan mencapai kebenaran ilmiah tentang objek tertentu, yang bisa diperoleh melalui pendekatan atau cara pandang (approach), metode, dan sistem tertentu. Ilmu pengetahuan bisa diciptakan manusia karena didorong oleh rasa ingin tahu manusia yang tidak berkesudahan terhadap objek, pikiran, atau akal budi yang menyangsikan kesaksian indera, karena indera dianggap sering menipu. Ilmu pengetahuan bagi manusia mempunyai kemungkinan untuk mencapai pengetahuan yang lebih sempurna daripada pengetahuan biasa, yang lebih tinggi derajatnya yang hendak memberikan “insight” (pemahaman yang mendalam). Ilmu pengetahuan dibangun atas kerja sama pendekatan akal dan intuisi. Akal memiliki keterbatasan penalaran yang kemudian disempurnakan oleh intuisi yang sifatnya pemberian atau bantuan, sedangkan pemberian dari intuisi masih belum tersusun rapi, sehingga dibutuhkan bantuan nalar untuk menyistematisasikan pengetahuan-pengetahuan yang bersifat pemberian itu (Ladyman, 2012: 36). Dengan pengertian lain, akal membutuhkan intuisi, dan begitu pula sebaliknya, intuisi membutuhkan akal. Keduanya saling membutuhkan bantuan dari pihak lainnya untuk menyempurnakan pengetahuan yang dicapai masing-masing.

Ilmu pengetahuan merupakan sebuah rangkaian konseptual atau teori yang saling berkaitan dan memberi tempat untuk pengkajian secara kritis menggunakan metode ilmiah yang bersifat sistematik, objektif dan universal. Ilmu pengetahuan memang berdasarkan “pengetahuan biasa”, yang disempurnakan, diperluas, supaya pasti dan benar, sehingga manusia bisa mendekati apa yang dicita-citakannya. Secara sederhana ilmu pengetahuan dapat diartikan sebagai pengetahuan yang diatur secara sistematis dan langkah-langkah pencapaiannya dapat dipertanggungjawabkan secara teoritis. Dalam memperoleh pengetahuan ada tiga masalah pokok yang biasanya harus diperhatikan oleh manusia pencari pengetahuan: (1) apakah yang ingin ia ketahui? (2) bagaimanakah cara memperoleh pengetahuan? dan (3) apakah nilai pengetahuan tersebut bagi dirinya?. Dalam usaha memperoleh pengetahuan dengan menjawab beberapa pertanyaan tersebut, maka manusia akan menghasilkan buah pemikiran salah satunya ialah ilmu. Karena ilmu salah satu dari pengetahuan yang diperoleh oleh manusia. Secara epistemologis, ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Metode inilah yang membedakan ilmu dengan buah pemikiran yang lainnya. Jadi, ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkan metode keilmuan (Hidayatullah, 2006: 131). Ilmu pengetahuan terdapat berbagai macam, yang masingmasing berlain-lain lapangan dan metodenya. Selanjutnya bagaimanakah menggolong-golongkan, membeda-bedakan ilmu pengetahuan itu. Dunia kita terbagi atas berbagai lapangan pengalaman yang masing-masing diliputi oleh ilmu.

2.      HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN ILMU PENGETAHUAN

Filsafat dan ilmu pengetahuan adalah satu kesatuan dan memiliki hubungan yang saling melengkapi antara satu dengan lainnya. Perbedaan yang terdapat dari keduanya bukan untuk dipertentangkan, melainkan untuk saling melengkapi, dan saling mengisi. Pada hakikatnya, perbedaan itu terjadi disebabkan cara pendekatan yang berbeda. Maka dalam hal ini perlu membandingkan antar filsafat dan ilmu pengetahuan, yang menyangkut perbedaan-perbedaan maupun titik temu di antaranya. Semua keilmuan sudah dibicarakan di dalam filsafat, bahkan beberapa ilmu pengetahuan lahir dari filsafat, berarti ilmu yang memisahkan diri dari filsafat. Misalnya matematika, astronomi, fisika, kimia, biologi, psikologi, dan sosiologi. Ilmu juga bersifat analitis, ilmu pengetahuan hanya menggarap salah satu lapangan pengetahuan sebagai objek formalnya (Varpio & Macleod, 2020). Sedangkan filsafat belajar dari ilmu pengetahuan dengan menekankan keseluruhan dari sesuatu (sinoptis), karena keseluruhan mempunyai sifat sendiri yang tidak ada pada bagianbagiannya. Ilmu bersifat deskriptif tentang objeknya agar dapat menemukan fakta-fakta, teknik-teknik, dan alat-alat (Zaprulkhan, 2016: 76). Filsafat tidak hanya melukiskan sesuatu, melainkan membantu manusia untuk mengambil keputusan tentang tujuan, nilai dan tentang apa-apa yang harus diperbuat manusia. Filsafat tidak netral, karena faktor-faktor subjektif memegang peranan yang penting dalam berfilsafat, ilmu mulai dengan asumsi-asumsi. Filsafat juga mempunyai asumsi-asumsi dan menyelidiknya atau Muhammad Rijal Fadli 143 merenungkannya karena ia meragukan terhadap asumsi tersebut. Ilmu pengetahuan menggunakan eksperimentasi terkontrol sebagai metode yang khas. Verifikasi terhadap teori dilakukan dengan jalan mengujinya dalam praktik berdasarkan penginderaan. Sedangkan filsafat dengan melalui akal pikiran yang didasarkan kepada semua pengalaman insani, sehingga dengan demikian filsafat dapat menelaah masalah-masalah yang tidak dapat dicarikan penyelesaiannya oleh ilmu (French & McKenzie, 2016). Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa hubungan filsafat dan ilmu pengetahuan saling berkaitan karena semuanya merupakan kegiatan manusia. Hubungan keduanya diibaratkan filsafat sebagai induknya ilmu sedangkan ilmu pengetahuan sebagai anak filsafat. Mengapa demikian, karena filsafat sifatnya lebih luas atau universal objeknya. Sedangkan ilmu pengetahuan objeknya terbatas karena hanya di dalam bidang tertentu. Filsafat dengan ilmu pengetahuan dapat saling bertemu sebab kedua-duanya menggunakan metode pemikiran reflektif dalam usaha untuk menghadapi fakta-fakta dunia dan kehidupan. Keduanya menunjukkan sikap kritik, dengan pikiran terbuka dan kemauan yang tidak memihak, untuk mengetahui hakikat kebenaran. Mereka berkepentingan untuk mendapatkan pengetahuan yang teratur. Ilmu membekali filsafat dengan bahan-bahan yang deskriptif dan faktual yang sangat penting untuk membangun filsafat. Tiap filsuf dan suatu periode lebih condong untuk merefleksikan pandangan ilmiah pada periode tersebut. Sementara itu, ilmu pengetahuan melakukan pengecekan terhadap filsafat, dengan menghilangkan ide-ide yang tidak sesuai dengan pengetahuan ilmiah. Sedangkan Filsafat mengambil pengetahuan yang terpotong-potong dan berbagai ilmu, kemudian mengaturnya dalam pandangan hidup yang lebih sempurna dan terpadu. Dalam hubungan ini, kemajuan ilmu pengetahuan telah mendorong kita untuk menengok kembali ide-ide dan interpretasi kita, baik itu dalam bidang ilmu pengetahuan maupun dalam bidang-bidang lain. Sebagai salah satu contoh, konsep evolusi mendorong kita untuk meninjau kembali pemikiran kita, hampir dalam segala 144 Jurnal Filsafat, Vol. 31, No. 1, Februari 2021 bidang. Kontribusi yang lebih jauh, yang diberikan filsafat terhadap ilmu pengetahuan, adalah kritik tentang asumsi, postulat ilmu dan analisa kritik tentang istilah-istilah yang dipakai (Juhaya, 2003: 13).

KESIMPULAN

Filsafat telah menjembatani lahirnya pendekatan multidisipliner yang sangat diperlukan, karena terbatas dan sempitnya kajian keilmuan terhadap realitas fisik yang sesungguhnya bersifat multidimensional. Ilmu pengetahuan adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif yang terdiri dari berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman, kemasyarakatan atau perorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan, ataupun melakukan penerapan. Realitas hubungan filsafat dan ilmu pengetahuan adalah sama-sama hasil dari kegiatan berpikir manusia. Kegiatan manusia diartikan dalam sebuah prosesnya dan juga dalam hasilnya. Apabila dilihat dari hasilnya, ketiganya merupakan hasil daripada berpikir manusia secara sadar. Jika dilihat dari segi prosesnya, keduanya menunjukkan suatu kegiatan yang berusaha untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan manusia (untuk memperoleh kebenaran dan pengetahuan), dengan menggunakan metodemetode atau prosedur-prosedur tertentu secara sistematis dan kritis.

                                                                                                          

                                                                                                                                                     

                                                                           

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENELISIK FILSAFAT DALAM ADVOKASI PROBLEMATIKA KAMPUS

PENTINGNYA RISET DALAM ADVOKASI; HMPS PEND. EKONOMI FE UNM KEMBALI MENGADAKAN SEKOLAH RIAK